0
Home  ›  Faedah  ›  Ilmu  ›  Ismael Amin Kholil  ›  Syekh Ramadhan Buthi

Hakikat Tawadhu

"Hakikat Tawadhu . Ada dua kisah tentang tawadhu yang masih saya ingat betul sampai detik ini, yang menurut saya merupakan kisah tentang tawadhu "


syekh ramadhan buthi

syekh ramadhan buthi

syekh ramadhan buthi

Ada dua kisah tentang tawadhu’ yang masih saya ingat betul sampai detik ini, yang menurut saya merupakan kisah tentang tawadhu’ paling menakjubkan yang pernah saya ketahui.


 

Pertama adalah sebuah kisah yang diceritakan oleh Syaikh Muhammad Said Ramadhan al-Buthi dalam kajian Hikam-nya : 


 

“ salah satu orang sholih tengah berthawaf kala itu, ketika ia melihat seseorang bersujud sambil menangis sesenggukan. Setelah ia dekati, ternyata orang tersebut adalah Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, 


Sosok ulama besar yang dijuluki sebagai Sulthonul awliya’ ( Sultan para wali ). Kala itu Dalam tangis dan sujud panjangnya, Syaikh Abdul Qadir berdoa :


" اللهم إن كنت لا تريد أن تغفر لي يوم القيامة فاحشرني أعمى.. لئلا أخجل من هؤلاء الناس الذين كانوا يحسنون الظن بي "


 

“ Ya Allah... Iika engkau memang tidak ingin mengampuni dosa-dosaku kelak di hari kiamat maka bangkitkanlah diriku kelak dalam keadaan buta..


Hingga aku tidak malu kepada mereka orang-orang yang dulu berbaik sangka kepadaku “ .


 

Kisah kedua adalah kisah yang dituliskan oleh Syaikh Ibnu Ajibah al-Hasani dalam Syarah Hikam-nya ( Iqodzul Himam hal 470 ) :


 

“ Syaikh Abdurrahman Bin Said -seorang ulama besar- suatu hari di musim hujan melewati jalanan yang becek dan berlumpur. 


Tiba-tiba tampak seekor anjing datang dari arah yang berlawanan. 


Melihat anjing itu semakin mendekat, beliau menepi ke tempat yang bersih dan tak berlumpur agar anjing itu melewati jalan yang berlumpur.


Tapi tak lama kemudian beliau justru berpindah ke tempat yang berlumpur seakan mempersilahkan anjing tersebut untuk berjalan melalui tempat bersih yang tadi ditempatinya. .


 

Saksi mata yang melihat kejadian “aneh” tersebut segera mendatangi Syaikh Abdurrahman, ketika itu di atas kubangan lumpur ia tampak sedih dan termenung. .


 

“ wahai Syaikh.. barusan aku melihat engkau melakukan hal yang sangat aneh. 


Mengapa engkau mengalah dan membiarkan anjing itu lewat melalui jalan yang bersih dan tak berlumpur ?

 

Beliau menjawab :


 


“ awalnya aku memang ingin membiarkan anjing itu lewat melalui jalan yang kotor, namun kemudian aku berfikir dan berkata dalam hati :



“ bukankah anjing itu lebih baik dan lebih mulia dari diriku ? Aku punya banyak dosa dan masih sering bermaksiat sedangkan anjing itu tidak mempunyai dosa sama sekali ?


 Kalau begitu bukankah ia lebih pantas dimuliakan daripada diriku yang hina ini ?

Sekarang aku sedih dan takut Allah tidak akan mengampuni dosaku karena aku telah merendahkan salah satu mahluk-Nya yang lebih mulia dariku “ .



Akhlak seperti ini yang di pegang teguh oleh para kekasih Allah, oleh karena itu budi pekerti mereka selalu indah dan luhur kepada siapapun. 


Karena mereka selalu menganggap orang lain lebih mulia dan lebih baik dari diri mereka.. mereka ibaratkan padi yang semakin tinggi semakin merunduk, semakin berisi semakin merendah. .



Ada satu pesan yang dituliskan Siidil Habib Umar dalam kitabnya Maqasid al-Halaqat untuk para pengajar dan penceramah :



“ yakinilah bahwa mereka yang ada dihadapanku lebih baik dan lebih mulia dari dirimu.. 


Sedangkan engkau hanyalah orang yang mengharap barokah doa, pandangan dan syafaat mereka kelak di hari kiamat. 


Jika engkau tidak pernah mengetahui bagaimana akhir hayat orang kafir atau orang yang ahli bermaksiat (apakah ia akan husnul khotimah atau tidak) bagaimana dengan seorang mu’min yang ta’at ?


(Oleh karena itu) belajarlah berburuk sangka kepada dirimu sendiri dan belajarlah berbaik sangka kepada semua manusia.. dengan begitu maka dakwahmu akan tumbuh dan berkembang “ .



“ kapan seseorang bisa dikatakan orang yang tawadhu’ ? “ 


إذا لا يرى لنفسه حالا و لا مقالا و لا يرى في الناس من هو شر منه 

“ ketika ia tidak melihat kebaikan atau keistimewaan apapun dalam dirinya dan selalu meyakini bahwa di bumi ini tidak ada orang yang lebih hina dari dirinya “ ~ Abu Yazid al-Bhustomi .“ 


Sumber : Ismael Amin Kholil, Bangkalan, 23 Juni, 2020


Posting Komentar
Additional JS